Home Berita Bagaimana Ketersediaan Energi Listrik Untuk Industri Selama Pandemi Covid-19

Bagaimana Ketersediaan Energi Listrik Untuk Industri Selama Pandemi Covid-19

by Redolex
kebutuhan energi listrik terbarukan

Kebutuhan energi listrik pada industri sangat besar dan bervariasi tergantung pada jenis industri, proses produksi, dan ukuran pabrik. Beberapa industri yang membutuhkan energi listrik yang sangat besar antara lain industri metalurgi, kimia, pulp dan kertas, serta industri baja.

Faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Energi Listrik

Secara umum, beberapa faktor yang mempengaruhi kebutuhan energi listrik pada industri adalah sebagai berikut:

  1. Jenis industri: Beberapa jenis industri, seperti industri yang memproduksi bahan kimia, membutuhkan energi yang lebih tinggi daripada industri yang memproduksi makanan.
  2. Proses produksi: Proses produksi yang memerlukan pemanasan, pendinginan, dan pengolahan bahan mentah membutuhkan energi yang lebih tinggi.
  3. Teknologi yang digunakan: Teknologi yang digunakan dalam produksi juga mempengaruhi kebutuhan energi listrik. Misalnya, mesin-mesin yang lebih tua dan kurang efisien akan memerlukan energi yang lebih banyak dibandingkan dengan mesin-mesin baru yang lebih efisien.
  4. Ukuran pabrik: Pabrik yang lebih besar cenderung memerlukan energi yang lebih besar daripada pabrik yang lebih kecil.

Untuk memenuhi kebutuhan energi listrik pada industri, perusahaan-perusahaan biasanya membangun pembangkit listrik sendiri atau membeli energi listrik dari penyedia jasa listrik. Beberapa industri juga menggunakan energi alternatif, seperti energi matahari atau angin, untuk mengurangi ketergantungan pada sumber energi fosil dan menekan biaya energi. Selain itu, perusahaan-perusahaan juga dapat meningkatkan efisiensi penggunaan energi dengan memperbarui teknologi dan meningkatkan tata kelola energi yang lebih baik.

Ketersediaan listrik sangat berpengaruh pada keberhasilan penerapan peta jalan Making Indonesia 4.0. Dengan aspirasi mengembalikan ekspor naik 10% dari  ekspor Produk Domestik Bruto (PDB), meningkatkan produktivitas dua kali lipat terhadap peningkatan biaya produksi serta meningkatkan 2% pengeluaran research and development (R&D) untuk membangun kemampuan inovasi lokal, Making Indonesia 4.0 memetakan strategi pembangunan industri nasional melalui penerapan industri 4.0.

Menghadapi Industri 4.0

Untuk mempercepat implementasi industri 4.0, energi listrik sangat diperlukan dalam penyiapan infrastruktur dan platform digital, termasuk bagi kawasan industri.

Di Indonesia, konsumsi energi yang paling besar di sektor industri terdapat pada industri makanan, minuman dan tembakau dengan porsi 18,5 persen. Diikuti oleh industri pupuk,kimia, dan barang dari karet (18,1%), industri semen dan barang galian bukan logam (17,2%), industri tekstil, barang dari kulit, dan alas kaki (17%), serta industri logam dasar, besi, dan baja (9,7%).

Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menaruh perhatian besar terhadap ketersediaan energi listrik bagi sektor industri. Pasalnya, listrik merupakan salah satu sumber energi utama bagi sektor industri dan termasuk faktor penentu daya saing industri dalam negeri.

kebutuhan energi listrik terbarukan

”Sektor industri memerlukan listrik yang ketersediaanya terus berlanjut (sustainable), terjangkau (equity), dan cukup (security). Hal tersebut akan mendukung industri dalam negeri untuk menyediakan produk yang berkualitas dan berdaya saing,” ujar Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Jakarta, Rabu (4/11).
 “Dengan melihat kondisi ini, perencanaan penyediaan energi khususnya energi listrik harus selalu mengakomodasi perkembangan kebutuhan industri dan kawasan industri,” tegas Menperin.
 “Pemenuhan kebutuhan energi listrik berkaitan erat dengan prioritas nasional dalam Making Indonesia 4.0, terutama pemenuhan target bauran energi baru dan terbarukan,” ujar Menperin.

Di sisi lain, ketersediaan energi listrik juga berkaitan erat dengan penerapan kebijakan Peningkatan Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN). Program tersebut juga mendasari Kemenperin dalam mencanangkan program substitusi impor sebesar 35% pada tahun 2022. Langkah yang ditempuh adalah menyasar penurunan impor pada beberapa sektor yang memiliki nilai impor tinggi sekaligus meningkatkan utilisasi industri secara bertahap hingga 85%.

Dalam peringatan Hari Listrik Nasional ke-75 tahun 2020, Menperin menyampaikan akan selalu mendukung setiap upaya peningkatan penggunaan produk dalam negeri dan daya saing industri dalam negeri.

Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika (Dirjen ILMATE) Kemenperin, Taufiek Bawazier menambahkan, ketersediaan energi listrik yang memadai dan andal akan memberikan multiplier effect yang luar biasa. ”Tidak hanya mendukung daya saing industri dan menarik minat investasi, penyediaan energi listrik juga mendorong tumbuhnya industri komponen ketenagalistrikan di dalam negeri, hingga membuka lebih banyak lapangan kerja,” jelas Taufiek.

Dalam rangka peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) dalam proyek jaringan transmisi, Kemenperin telah menetapkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 24 Tahun 2020. Peraturan tersebut menegaskan prioritas penggunaan barang/jasa produksi dalam negeri dalam pengadaan infrastruktur ketenagalistrikan.

Salah satu yang diatur adalah persyaratan TKDN minimum sebesar 40% untuk pengadaan tower transmisi dan konduktor, sehingga bisa diikuti oleh penyedia dari dalam negeri,” pungkas Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika ILMATE.

related posts

Leave a Comment